Gang Dolly?

Sudah lama saya mendengar nama itu. Gang Dolly. Mulai dari guyonan-guyonan para pelawak di acara televisi, gambaran di sinteron dan film, bahkan koran-koran nasional yang kerap kali menjadikan gang dolly sebagai sajian informasi. Kesemuanya membuat saya sedikit menggerutu padahal sebenarnya pingin tahu, seperti apa sih gang dolly itu? Di acara lawakan kata-kata gang dolly itu selalu ditujukan pada karakter lelaki hidung belang, penggambaran di film tempat itu dinuansakan dengan hiruk-pikuk wanita malam, dan di surat kabar jelas saja mengenai penggrebekan, ingat cuma menggrebek. ga lebih, apalagi untuk membubarkan tempat itu.

Semua penggambaran tentang gang dolly, jujur membuat saya penasaran, seperti apa tempat fenomenal itu, seperti apa keadaan dan suasana lokalisasi itu, seperti apa? Karena di Surabaya sana siapa yang tak kenal gang dolly, mulai dari bocah ingusan sampai orang uzur sangat familiar dengan tempat itu.
Dolly memang berada di Surabaya, dan saya sendiri jauh di Sumatera, dan saya ga bilang loh kalo disini ga ada lokalisasi, sangat banyak! Tapi ketika mendengar gang dolly rasanya keseluruhan tempat prostitusi di Indonesia ini tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan gang dolly. Bahkan tempat pemuas syahwat itu di klaim sebagai lokalisasi terbesar di Asia Tenggara, wuiih... sebuah prestasi bukan ya? Entahlah... yang pasti kenyataan itu sudah diakui banyak pihak, bahkan sempat ada rencana kalau gang dolly itu akan dijadikan target wisata di surabaya. Nah loh...



Bukan hanya sekedar tempat menumpahkan nafsu birahi, dari informasi yang saya dapat bahwa penyajian cinta ala gang dolly ini terbilang unik dan benar-benar bombastis. Lihat saja, selain nongkrong di sekitaran gang, sebagian penjajah seks disana dipampang disebuah etalase layaknya seperti pakaian beserta patungnya dipajang di sebuah mall. Bisa kalian bayangkan kalau sedang melintas disana, maka sepanjang gang akan ada pemandangan wanita-wanita nan seksi dipajang di dinding berkaca yang siap menanti orderan. Nah, di gang yang lumayan lebar ini terdapat lebih dari 800 tempat prostitusi dengan 8000-an perempuan penggoda. Bukan mainnn!!!

Nah, dari semua kisi-kisi itu, saya benar-benar penasaran dan pengen sekali bisa melihat tempat itu. Saya ingin sekali menginjakan kaki ke daerah yang digadang-gadang sebagai salah satu sumber pendapatan daerah terbesar Surabaya itu. Eitss... Jangan berpikiran yang enggak-enggak dulu, coy... Jangan kira saya ingin kesana dalam rangka 'mencicipi' sajian etalase itu. Tapi pure ingin melihat langsung yang selama ini saya cuma mendapatkan gambaran-gambaran dari orang dan media. Ingin langsung melihat potret lokalisasi yang kompleks akan semua aktivitas, tak terkecuali bersekolah dan mengaji. Heumm, ironi juga yah melihat keseharian gang itu, dimana selalu terdengar lantunan ayat-ayat suci dari seorang bocah yang mengaji, namun juga terdengar desahan-desahan para pelaku bisnis haram yang mengiringi lantunan indah anak itu. Ya Tuhan... Ampunilah kami.

*JPL*

Baca Selengkapnya...

Perfume "The Story of a Murderer" : Malapetaka Kekuatan Penciuman

Sutradara : Tom Tykwer
Pemain : Ben Whishaw, Francesc Albiol, Gonzalo Cunill
Genre : Drama - Triler
Bahasa : Inggris
Rilis : 2007

Film ini diangkat dari sebuah novel best seller dengan judul yang sama. Murni fiksi memang, namun fiksi yang satu ini cukup unik, berani, dan bagi sebagian orang akan merasa menakutkan. Kisah yang berseting Perancis pada abad ke-18 ini mengusung tema drama triler dengan segala ketidakmasukakalannya walaupun sebenarnya menggunakan penceritaan yang sangat dekat dengan realita.

Sama seperti adikarya kebanyakan yang diangkat dari sebuah novel, film inipun menggunakan narator sebagai pemandu penonton selama film berjalan. Film pun bergerak mulus dengan menggunakan konsep tiga babak pada umumnya, yakni pengenalan tokoh, munculnya masalah, dan penyelesaian masalah. Film dibuka dengan kemunculan sosok pria lusuh dalam sel menanti hukuman, dan beberapa detik kemudian narator akan menarik penonton ke masa silam untuk menceritakan siapa lelaki dalam tahanan itu dan permasalahan apa yang sedang dihadapinya.
Diawal pemutaran, film ini berjalan sangat cepat untuk mengenalkan pada kita riwayat lelaki tadi. Dikisahkan Jean Baptiste Grenouille, lahir ditempat pembuangan ikan dari rahim seorang pedagang ikan pula disebuah pasar yang jorok dan penat. Si ibu berniat membuang Jean, namun sebelum maksudnya itu terlaksana para pengunjung dan pedagang pasar lainnya mencium niat busuk perempuan itu, lalu kemudian menghukum gantung dengan kasus pembuangan bayi.

Jean pun tinggal disebuah panti asuhan, tumbuh dengan diiringi kerasnya kehidupan di panti, mulai dari gangguan fisik hingga mental yang membuatnya lebih senang menyendiri. Dalam kesendirian itu pula Jean menemukan sebuah bakat luar biasa pada dirinya, yaitu penciuman yang sangat kuat. Dia dapat mendeteksi aroma bukan hanya dalam radius satu meter, dua meter, sepuluh kilometer, tapi hingga ratusan kilometer.
Kehidupan Jean semakin luntang-lantung ketika dijual dari tangan ke tangan, hingga akhirnya dia mengabdi pada lelaki tua peracik parfum ternama. Jean yang sudah dewasa belajar pada pak tua cara meracik parfum, dan dengan modal penciuman yang tajam dia bisa mengkombinasikan bahan-bahan parfume untuk menjadi wewangian luar biasa.

Pengenalan masalah pun muncul ketika Jean bereksperimen meracik parfume dengan caranya sendiri dan menggunakan lemak hewan sebagai medianya. Dari sinilah penonton mulai dikejutkan dengan pemandangan ’nyeleneh’ dari praktek pembuatan parfum ala Jean. Awalnya Jean menggunakan jasa PSK untuk melaksanakan uji cobanya ini, sang pelacur ditelanjangi dan seluruh tubuhnya diolesi dengan lemak yang sudah disediakan, namun wanita waras manakah, sekalipun itu pekerja seks mau diperlakukan dengan cara aneh terlebih lagi melihat perkakas Jean yang semuanya benda tajam. Disinilah mulanya Jean menjadi pembunuh berdarah dingin, karena si penjajah nafsu tadi membangkang, sontak Jean membunuhnya guna meraih obsesi wewangian dari tubuh wanita yang di deteksinya. Satu-persatu perempuan yang ada dikota itu dibunuh, ditelanjangi, digunduli, diolesi dengan lemak, lalu kemudian diserut kembali dengan alat kecil yang menyerupai arit. Lemak yang sudah dikikis dari keseluruhan tubuh korbannya, kemudian dicampurkan dengan alkohol, dipanaskan, lalu menghasilkan tetes demi tetes embun dari rebusan itu. Satu tubuh perempuan menghasilkan hanya beberapa mili liter cairan inti yang wanginya luar biasa.

Perbuatan Jean yang sudah membunuh 25 perempuan akhirnya diketahui pemerintah setempat, dan tanpa pikir panjang Jean pun dijatuhi hukuman mati. Pada saat pengeksekusian tiba, ribuan masyarakat dengan antusiasnya menyaksikan hukuman terhadap Jean. Ribuan masyarakat berbondong-bondong memenuhi lapangan tempat penghakiman Jean yang juga dipimpin seorang uskup. Namun siapkah anda pada adegan ini? Ketika Jean tiba dan siap di eksekusi, dia pun mengoleskan sedikit parfum racikannya ke leher dan saputangannya. Dan taukah apa yang terjadi? Semua hadirin yang ada di lapangan tiba-tiba seperti mabuk saat menghirup parfum sang pembunuh, satu persatu mereka menanggalkan pakaian, dan... terjadilah praktek seks massal, bahkan uskup agung pun melakukannya. Semua divisualisasikan secara ekstrem.

Film yang diadaptasi dari novel karya Patrick Suskind ini terbilang mengecewakan. Bukan semata-mata banyaknya adegan ’buka-bukaan’, toh kita sebagai dewasa menganggap hal itu bisa dimaafkan sesuai isi cerita. Namun begitu tidak masuk akalnya jika ribuan masyarakat terhipnotis hingga melakukan hal tak senonoh hanya karena menghirup parfume Jean, bahkan si pembunuh dianggap malaikat dan dibebaskan dari hukuman. Padahal jika kita perhatikan, begitu ”manusiawinya” film ini berjalan dari awal, namun justru ditutup dengan ending yang membuat kening mengkerinyit. Sungguh tidak masuk akal. Atas dasar apa hingga begitu besarnya efek aroma parfum yang diracik Jean menggugah nafsu birahi orang lain.
Maka tak salah pula banyak yang mengatakan film ini kurang berhasil memvisualisasikan cerita novelnya yang walaupun tetap vulgar namun lebih menakutkan, mengerikan, dan meneror pembaca. Sementara film ini hanya menampilkan cara membuat parfum kepada penonton disamping buka-bukaan tanpa ada kesadisan luar biasa seperti yang diharapkan.

Tidak terlalu memuaskan, apalagi bagi pecinta triler-slasher.

3 out of 5 stars.

*JPL*

Baca Selengkapnya...

Antara Aku Dan Film


Saya! Ya, kata itu bukan hanya mengartikan untuk menunjuk sejauh kurang lebih sepuluh sentimeter ke arah leherku. Tapi ada hal lainnya yang sudah mengurat, mendarahdaging, menghayat, bahkan menulang. Hal itu bagai dawai bagi kehidupanku, pada senar keindahan itulah Aku nantinya menggesek hari-hari dimana Aku bernafas (halaah...) Film! Itulah hal yang melekat padaku. Hal itu bisa dibilang hampir tak pernah lepas dari keseharianku, loh... kok bisa??? Apa lo pengangguran yang bisanya nonton doang?
Heloowww... Apa lo adalah pesepakbola handal hingga lo merasa wajib melihat pertandingan english premier league hingga larut malam? Atau lo adalah chef cantik nan seksi untuk masak buat makan sehari-hari?
Analogi yang pas (mungkin) untuk kasus seperti Aku yang maniak dengan film, upss... maniak disini bukan ke arah negatif hingga merugikan orang lain loh, yah paling cuma berefek keheranan dari orang-orang terdekatku, maklum... soalnya Aku sering khususnya zaman dulu, membeli DVD/VCD atau buku dengan uang yang pas-pasan, itulah yang terkadang membuat orang jadi gregetan sama Aku, hehehehe. Aku ingat dulu satu hari pergi-pulang sekolah harus jalan kaki, nahanin gak ke kantin, hanya demi membeli selingkar disk dalam sebuah kotak yang dibalut kertas kuning bergambar sosok pria lusuh bertuliskan GIE. Aku membawa film itu buru-buru ke rumah dengan mempercepat langkah tentunya, film yang diperankan Nicholas Syahputra itu adalah film yang paling sering Saya tonton sampai sekarang.

Aku tak begitu ingat kapan pertama kali menyukai sebuah film, yang Aku ingat adalah kenapa bisa anak umur 5 tahun sudah ada di gedung bioskop menyaksikan kisah problema orang-orang berkulit putih, bermata sipit, dengan bahasa aneh cang cing cong, syang hai tong, blah.... dan yang membuatku agak bingung adalah benarkah bocah lugu itu adalah Aku? Setelah ku konfirmasi sama orangtua, ternyata dulu ibu ku cukup sering membawa Aku menyaksikan film-film drama china ataupun jepang di layar lebar. Mungkin... meskipun secara tak langsung dimana Aku dulu hanya bisa duduk di temaram studio, menyaksikan gambar-gambar bergerak dengan dialog gak jelas, bisa menangkap keindahan-keindahan film yang membuat Aku betah duduk tenang di bangku cinema, dan mungkin itulah awalnya Aku menjadi begitu candu dan bernafsunya menyaksikan film. Namun disisi lain logika nyelenehku angkat bicara, jangan-jangan sejak Aku menjanin di kandungan ibu, rol-rol seluloid itulah yang melilit dipusaran ku, hehehe..

Dengan menonton kita bisa menangkap pemikiran orang-orang yang berbeda dari kita, dengan film kita bisa membuka wacana dunia, dan dengan bioskop kita bisa menghibur diri ditambah dengan pengetahuan-pengetahuan baru. Kamu akan tahu bahwa kesalahan komunikasi bisa membawa masalah beruntun kemana-mana dengan menyaksikan film Babel, kamu akan melihat kesadisan (namun membuat tersenyum) yahudi menghajar nazi dalam film Inglourious Basterds, kalian juga bisa menyimak paparan perempuan dengan problem poligami dalam film antalogi Berbagi Suami, atau film Chicago yang bukan hanya menyajikan cerita tapi juga menghibur kita dengan nyanyian-nyanyian dan koreo ala opera broadway, tentunya masih banyak lagi ratusan hingga ribuan film-film berkualitas yang sangat layak ditonton.
Aku mulai rajin ke bioskop ketika duduk di bangku es em a, itupun sasaran nonton ditargetkan selalu dan harus hari senin alias nomat alias nyari aman alias cuma bayar sepuluh ribu rupiah dan ga pake jajanan! Tunggu dulu... jangan kira Aku ga bawa jajanan atau bekal makanan seperti orang-orang membawa kantongan plastik penuh yang terkadang membuat Aku numpang nanya dalam hati, ini orang mau nonton apa kemping sih? Lantaran pelit atau ga ada uang. Okeyy... kuakui dulu Aku sering membawa uang pas-pasan ke bioskop, tapi alasan utama ku untuk tidak ngunyah-ngunyah di ruang yang menampilkan adegan-adegan tak terduga adalah karena sangat mengganggu mood menonton, Aku dan teman-teman sering ke bioskop dengan membawa bekal yg sangat berlebihan namun tak satupun bungkusan-bungkusan itu menarik selera ku, jadi itu sudah harga mati bagi ku, jangankan di bioskop, di rumah pun kalau nonton dvd Saya ANTI MAKAN KETIKA MENONTON FILM!

Line story yang Saya suka dalam film adalah drama, triller, dan fiksi fantasi. Hampir semua genre itu mendominasi koleksi dvd ku walaupun ada juga sedikit komedi, horor, dan aksi (kalo memang bagus kenapa ga dimiliki?), tapi nih yaaa... jujur saja semua koleksi dvd ku ga semua yang original, maksudnya banyak juga copy-an dari original nya (bakalan dihajar sama anak-anak forum neh), maklum... keinginan nonton ku terkadang melampaui isi dompet, dan untuk memperkecil resiko ”bokek” ada dua option, download film gratis atau beli copyannya, ga baik sih... dan jangan ikuti cara seperti Aku ini yah, kawan... Suatu saat nanti akan kuganti semuanya dengan yang original.
Satu lagi aib bagi ku dan itu dulu (ingat ya.. itu DULU ketika masih culun di zaman SMA), adalah butanya dengan perfilman internasional, Aku dulu adalah penikmat film indonesia dan berlagak seperti pemerhati film indonesia mengingat sedang jaya nya film nasional pada saat itu, tidak seperti sekarang bioskop kebanyakan di isi oleh penghuni kuburan dan pakaian-pakaian dalam yang sok ngelucu. Alhasil tak satupun film hollywood yang menjadi incaran ku, namun makin hari, seperti biasanya kita selalu diajarkan oleh keadaan dan waktu, makin membuat Aku mencintai film-film berkualitas buatan negara mana pun itu.

Well... bagaimanapun sejarah ku begitu mencintai film, pengalaman lucu ataupun buruk yang dapat kalian tertawai, dan bejatnya Aku karena belom siap membeli ratusan dvd original, film lah yang membuat hari ku berwarna, film yang mengubah pandanganku akan sesuatu hal. Dengan film kita bisa tertawa, menangis, semangat, merenungi, mendapat inspirasi, dan film selalu membuka peluang untuk kita belajar cerdas.
Satu hal yang menjadi obsesi ku adalah bisa terlibat dalam pembuatan film, andaikata jadi tim ”hore”, tukang antar minuman, atau elap keringat sutradaranya juga Aku jabanin sebagai tantangan dan memenuhi ambisiku untuk dunia perfilman, bukannya apa-apa, tapi menghasilkan sesuatu yang kita terlibat didalamnya apalagi FILM, hal yang sangat Aku cintai, ada kepuasan tersendiri yang tak dapat digantikan dengan apapun. Tapi sepertinya untuk saat ini rezeki ku masih sebagai penonton bioskop doang, ya... itu juga bagian dari suksesnya sebuah film loh... hehehehe.
Mudah-mudahan saja terlaksana.

Baca Selengkapnya...

Junior Ngeblog Lagi!

Helo guys… asli neh blog ternyata ngangenin juga, setelah enam bulan ga ku jamah akhirnya baru ingat hari ini kalo aku punya blog, hehehe… Bagaimana dengan kalian, pasi lancar-lancar aja dong nulis blognya, semoga. Terakhir kali aku posting kapan ya? Owh iya! Bulan November 2009, postingan tentang awards film indonesia yang beberapa minggu setelahnya digelar Festival Film Indonesia, ah... FFI yang kunantikan ternyata menjenuhkan, kemasan acara ga beda jauh dengan musik-musik pagi televisi swasta. Mana film terbaiknya agak aneh lagi, mencengangkan. Beberapa minggu yang lalu juga ada ajang sejenis kalau ga salah Indonesian Movie Awards, beuuuhh... ini lagi, pengemasan acara super garing dan para pemenangnya lebih mencengangkan lagi. Makanya banyak yang menggunjing award-awardan ini karena standar penilaiannya ga jelas. Jadi mari kita buat award berdasarkan penilaian kita masing-masing, halaaah... provokatif. Dan sedikit kebelakangnya juga digelar Academy Awards 2010, and you know what? The result is very very nice. Sebagian besar jagoanku berhasil meraih oscar, ada Mo’ Nique, Christoph Waltz, Sandra Bullock, dan tentunya The Hurt Locker sebagai film terbaik dengan berbagai penghargaan tehnis lainnya. Untuk ini aku benar-benar puas!

Kembali ke blog... Aku agak heran neh... kenapa blog teman-teman kasusnya sama juga kayak aku ya? Semuanya pada krisis posting, ada apakah gerangan? Apakah kemalasan kita ngeblog datang bersamaan? Apa karena samanya kesibukan kita hingga melupakan blog? Atau jangan-jangan kita sedang mengalami erosi kreatifitas? Entahlah...
Tapi kalo buat aku sendiri, ga tahu disengaja atau tidak, belakangan memang belom sempat ngurus blog. Ga... ga! Jangan kalian kira aku punya kesibukan yang banyak selama enam bulan belakangan, tapi memang ga sempat. Disamping itu semua aku mau cerita neh ngapai aja yah aku kok bisa alerginya (halaah... lebih tepatnya ga mau nyentuh dolo) aku dengan blog selama setengah tahun.

Heummm... Selama enam bulan ini banyak cerita unik, Lucu, mengesankan, tapi ga sedikit juga yang memprihatinkan. Berbagai rencana harus ditunda (lagi) dengan berbagai pertimbangan dan situasi yang sedang tak bersahabat, hal ini sempat membuatku down dan malas ngapain-ngapain, apalagi ngeblog. Tapi come on, Jun... Masih banyak yang bisa lo lakuin, masih banyak jalan menuju tarutung, lah... kok Tarutung. Roma maksudnya. Tapi memang terkadang untuk mencapai sesuatu itu tak perlu terlalu dipaksakan, usaha tetap ada, tapi jangan berekspektasi terlalu tinggi, namun jangan hopeless juga. Selanjutnya seperti moto hidupku (yang baru), santai aja kayak di pantai, selow kayak di pulo.

Berikutnya, terlepas dari banyak masalah, aku ga mau dong terus larut dalam berbagai peristiwa yang ga diharapkan. Aku masih bisa enjoy dengan cara kusendiri tentunya, oh tidak, kami lebih tepatnya. Ya, kami itu adalah perpaduan aku dan mereka. Mereka-mereka inilah sahabatku kalo lagi nongkrong-nongkrong (walaupun kadang nongkrong geje). Kita kalo lagi nongkrong tuh (diluar nongkrong geje) ya apalagi kalo bukan nonton, makan, dan ngeramein gramedia. Ya emang kita pada doyan nonton, doyan makan, dan ke... ga, ga! Kalo ke Gramedia itu semacam pemaksaan aku, hunting buku lama bin aneh (kata orang sih) tapi ga pernah nemu (beneran neh bukan alibi kami untuk cuma baca-baca disana).








Eh... selain nongkrong-nongkrongannya aku tadi, seminggu ini issue beredarnya video mesum artis kita juga lagi banyak nongkrong di berbagai forum diskusi. Tahu kan siapa yang kumaksud. Ini manusia-manusia ga pake otak kali yee... Belom nikah, berani mesum, berani pula mendokumentasikannya dalam video, sekarang tau rasa akibatnya. Dan belom lagi kelar kasus itu, tiba-tiba beredar kembali video lain yang ga kalah mesumnya dengan pelaku pria yang sama di video yang pertama, bahkan disebut-sebuat bakal ada 30-an film mesum berdurasi pendek itu dengan pemeran wanita yang berbeda-beda akan dipublikasian. Pertanyaannya sekarang, siapakah sejatinya penyebar gambar bergerak itu? Ah... siapapun itu, kita sebagai generasi muda ga perlu mencontoh itu. Sekalipun lo ngefans abis sama lagu-lagu romantis ciptaan vokalis bermata sipit itu, sekalipun lo tergila-gilanya dengan aktris semampai itu, cukup liat prestasinya aja, jangan ngikutin kecerobohan mereka. Well... sebegitu buruknya pun sekarang citra mereka dimata publik, kita jangan menghakimi mereka, mereka udah dewasa, dan mereka tau mana yang terbaik buat mereka, dan mereka juga tau kalo ini pasti terjadi. Jadi ga usah ngasih judge kalo mereka itu penjahat moral, ya... walaupun untuk aku pribadi menjadi sebuah pertanyaan, apakah ini pertanda krisis moral?

Okey guys... coret-coretnya segini dulu. Dan aku janji padamu blog… kalo aku akan setia nulis-nulis disini lagi, jangan ngambek plis! Dan moga-moga, sesampah-sampahnya tulisanku ini dapat memberikan sesuatu pada kalian yang membacanya. Sebenarnya nih waktu nulis buat menggantikan waktuku menyaksikan Mtv Movie Awards, ya walaupun udah tau hasilnya (yang jelek geje juga), tapi emang pengen liat kemasan acara penghargaan film Hollywood ala anak muda itu. Tapi… setelah dipantengin lama, Stasiunnya bilang malah ditunda acaranya jadi ntar malam. Padahal udah... ahhh... ya sudahlah, mungkin ini sebuah rencana Tuhan untukku supaya waktu yang tadinya buat nongkrongin (yang ini ga geje pastinya) Mtv diganti buat ngurus blog ini.
Dan sekarang aku mau pura-pura tidur dulu, and you guys, keep reading, watching, and eating of course. See yaaaa….

Baca Selengkapnya...